2 Mei 2013

Pendidikan Di Negeriku

         Sekitar pukul satu siang saya meninggalkan rumah menuju tempat nongkrong dimana kawan-kawan sudah menunggu. Namun belum jauh, tepatnya di depan pintu gerbang kompleks seorang bocah yang masih mengenakan seragam putih merah dengan topi merah yang digunakan untuk melindungi dari teriknya matahari sedang memberi kode kepada setiap pengendara untuk berhenti. Berhubung tak satu pun yang memperdulikannya, kini giliran saya yang mendapatkan sambutan itu. Saya berhenti tepat di depan bocah yang berusia sekitar 9 – 10 tahun, ternyata dia butuh tumpangan untuk pulang ke rumah. Kebetulan sekali, arah rumah bocah dengan arah yang akan saya lalui ternyata sama sehingga saya membantunya dengan memberi tumpangan.

       Dalam perjalanan, saya mencoba berinteraksi dengan bocah itu tentang di mana dia bersekolah, kelas berapa dan mengapa dia bersekolah yang jarak sekolah dengan rumahnya ± 3 km padahal ada sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Saya terkejut ketika dengan sederhananya menjawab alasan dia bersekolah di tempat jauh karena kouta sekolah yang dekat tadi telah penuh, otomatis tidak ada pilihan lain selain sekolah yang tempatnya jauh dari rumah. asyik bercerita, tiba-tiba si bocah meminta berhenti tepat di depan sebuah warung makan. Diiringi ucapan terima kasih yang keluar dari mulutnya, dia turun kemudian melanjutkan perjalanannya melewati lorong tepat samping warung tadi yang awalnya saya mengira itu rumahnya.
     
         Saya pun melanjutkan ke tempat nongkrong karena sudah beberapa pesan singkat masuk ke ponsel menanyakan posisi. Disela perjalanan baru tersadar bahwa saat usia seperti si bocah, saya pernah berada dalam posisi yang sama dimana sering menunggu angkutan umum atau tumpangan dari orang lain ke sekolah. Karena suatu alasan saya pun harus belajar di tempat yang jaraknya jauh dari rumah. Senyum tentunya jika mengingat pengalaman itu kembali dan berdoa agar si bocah tidak bernasib seperti saya.
      
        Tiba di tempat nongkrong, langsung duduk di samping kawan saya yang tinggi besar tak lupa memesan segelas kopi. Sambil sharing, saya mencari data tentang pendidikan. Akhirnya menenumukan bahwa Angka Partisipasi Murni (APM) anak di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan, kecuali pada jenjang SD yang persentasenya relatif hampir sama. Seperti halnya Angka Partisipasi Sekolah (APS), terlihat bahwa kesenjangan APM antara anak di perkotaan dan perdesaan semakin tinggi sejalan dengan semakin meningkatnya jenjang pendidikan. Kondisi ini semakin mempertegas bahwa terdapat perbedaan kesempatan bersekolah serta sarana dan prasarana antara anak yang tinggal di daerah perkotaan dibanding anak yang tinggal daerah di perdesaan.
         
          Hasil Susenas 2011 menunjukkan bahwa anak putus sekolah cenderung meningkat seiring bertambahnya kelompok umur. Pada kelompok umur 7-12 tahun terdapat 0,67 persen anak yang putus sekolah. Selanjutnya, pada kelompok umur 13-15 tahun sebesar 2,21 persen dan pada kelompok umur 16-17 tahun meningkat menjadi 2,32 persen anak putus sekolah.
          
         Dari semua kelompok umur yang berbeda, anak yang bertempat tinggal di daerah perdesaan lebih banyak yang mengalami putus sekolah dibandingkan anak yang berada di daerah perkotaan. Bila dilihat menurut jenis kelamin, anak laki-laki cenderung lebih banyak yang mengalami putus sekolah dibandingkan anak perempuan. Pola yang sama terjadi baik pada kelompok umur 7-12 tahun, 13-15 tahun maupun 16-17 tahun. Jika dilihat menurut provinsi, anak yang mengalami putus sekolah terdapat di semua provinsi dengan persentase yang berbeda-beda. Pada umumnya semakin tinggi kelompok umur, semakin tinggi pula persentase anak yang putus sekolah.
          
        Permasalahan ekonomi sangat dominan menjadi penyebab anak tidak sekolah. Mayoritas anak berumur 7-17 tahun tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi dengan alasan tidak ada biaya yaitu sebesar 49,51 persen. Faktor ekonomi juga bisa menyebabkan seorang anak harus bekerja/mencari nafkah sehingga mendorong mereka untuk tidak sekolah. Ada sebesar 9,20 persen anak yang tidak sekolah dengan alasan bekerja/mencari nafkah. Selain itu terdapat anak yang tidak bersekolah karena alasan sekolah jauh (3,87 persen), merasa pendidikan cukup (3,76 persen), cacat (3,71 persen), menikah/mengurus rumah tangga (3,05 persen), malu karena ekonomi (1,25 persen), menunggu pengumuman (0,61 persen), tidak diterima (0,42 persen), dan sisanya adalah alasan lainnya (24,62 persen).

Peraturan Pemerintah RI No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar Bab VI Pasal 9 Ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Untuk menunjang program wajib belajar tersebut, pemerintah telah meluncurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang pada dasarnya bertujuan untuk meringankan beban semua siswa dan membebaskan siswa miskin dari kewajiban membayar uang sekolah. Namun, seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa persentase anak usia 7-17 tahun yang tidak bersekolah dengan alasan tidak ada biaya relatif masih tinggi. Kondisi ini mencerminkan bahwa program sekolah gratis untuk tingkat pendidikan dasar yang didengungkan pemerintah, ternyata belum sepenuhnya terealisasi dan dinikmati oleh masyarakat luas.

Di sisi lain, juga masih ditemukan alasan anak yang tidak bersekolah karena sekolah jauh. Di wilayah-wilayah yang secara geografis sangat luas (seperti wilayah pedalaman) dimana sarana transportasi tidak memadai dan jumlah sekolah yang terbatas menjadi pendorong mereka tidak/belum sekolah atau tidak bersekolah lagi. Hal ini mengindikasikan belum meratanya fasilitas sekolah yang dapat diakses oleh penduduk sehingga menyebabkan anak tidak dapat bersekolah.

Meskipun si bocah bukan bagian dari anak putus sekolah dan berharap tidak terjadi padanya, namun hal ini menggambarkan bahwa pendidikan masih saja banyak yang perlu dibenahi agar cita-cita penerus bangsa ini yang merupakan faktor utama keberhasilan yang berkualitas bisa berbicara banyak untuk kemajuan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar